Perajin di Kampung Batik Jetis, Isbachillah Kamsatun: Tak Latah, Pertahankan Idealisme Motif Batik


Isbachillah Kamsatun sudah berusia 58 tahun. Di tengah persaingan batik yang semakin kompetitif, Is panggilannya tetap mempertahankan idealisme motif batiknya. Hal tersebut yang membuatnya tetap bertahan hingga kini. 

Ditemui di kediamannya Kamis (12/9) kemarin, Is sedang asyik membubuhkan malam dengan canthing pada motif yang telah ia gambar sebelumnya. Kali ini, batik yang ia kerjakan bermotif jamblang. 

Meskipun sibuk mengerjakan selembar kain batik yang telah disketsa, Is dengan ramah melayani wawancara. Tentunya sembari melanjutkan pekerjaannya. “Ini motif jamblang yang saya kerjakan. Ciri khas batik karya saya, mengangkat kembali motif tradisional yang ada sejak dulu,” ujarnya. 

Is menjadi perajin batik sejak tahun 1983. Awalnya, ia bekerja di perusahaan asuransi. Is kemudian memutuskan keluar karena merasa sangat sulit mencari nasabah. 

Dengan modal Rp 6 ribu, dia membeli lembaran kain kualitas bagus. Sementara itu untuk membeli peralatan batik lainnya, Is berutang ke perajin lain. 

Membatik bukanlah hal baru baginya. Selain lahir dan besar di kampung batik, ibu Is, Kamsatun, juga seorang perajin batik. Sejak kecil, dia sudah membantu ibunya menggambar motif batik. Motif yang digambar dulu tetap dipertahankan hingga kini. Di antaranya jamblang, geblek, gedhek, seling pusing, nang kanthil dan bayeman. Total ada 22 motif yang diingat dan satu persatu, ia tuangkan dan didaur ulang di setiap karyanya. 

Is mengatakan, dengan mengangkat motif tersebut, ia punya pangsa pasar tersendiri. “Kebanyakan perajin disini dikejar target, terus dikirim ke Madura. Saya tidak mau seperti itu. Membatik butuh konsentrasi dan ketelatenan. Babah wong-wong setoran nang kono (biar orang setoran disana), saya mencari pangsa pasar yang lain,” ujar wanita kelahiran Sidoarjo, 13 April 1961. 

Karena idealisme itu, untuk menghasilkan dua lembar kain batik, Is butuh waktu sekitar empat bulan.  Kerumitan batik yang dihasilkan Is tak hanya pada motif, tapi pengerjaan. Batik yang dihasilkan punya motif di kedua sisi. “Kalau saya bikinnya dua sisi. Mengutamakan mutu. Makanya lama dan mahal. Orang boleh pesan, tapi saya enggak mau diburu-buru,” imbuhnya.  

Karena hasil karyanya yang otentik, banyak dari petinggi pemerintahan di negeri ini telah membeli karyanya. Seperti istri mantan Gubernur Jawa Timur, Nina Soekarwo.


(Written by: Rizky Putri Pratimi, Wartawan Radar Sidoarjo

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Valuable Experience

My Experience of KKN in Ganggangpanjang Village

Enjoyable Experience Of KKN Activities In The Village Of Ganggangpanjang